Kisah Archives – PustakaHanif.com https://pustakahanif.com/category/kisah Toko Buku Islam Online Sun, 24 Sep 2023 03:51:21 +0000 id hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.3 https://pustakahanif.com/wp-content/uploads/2021/07/cropped-android-chrome-512x512-1-1-32x32.png Kisah Archives – PustakaHanif.com https://pustakahanif.com/category/kisah 32 32 Sirah Nabawiyah Shahih: Mengungkap Kehidupan Rasulullah SAW secara Akurat https://pustakahanif.com/sirah-nabawiyah-shahih https://pustakahanif.com/sirah-nabawiyah-shahih#respond Sun, 24 Sep 2023 03:51:16 +0000 https://www.pustakahanif.com/?p=4023 Buku Sirah Nabawiyah Shahih adalah salah satu karya penting dalam literatur Islam yang memuat sejarah kehidupan Nabi Muhammad SAW. Kata

The post Sirah Nabawiyah Shahih: Mengungkap Kehidupan Rasulullah SAW secara Akurat appeared first on PustakaHanif.com.

]]>
Buku Sirah Nabawiyah Shahih adalah salah satu karya penting dalam literatur Islam yang memuat sejarah kehidupan Nabi Muhammad SAW. Kata “sirah” berasal dari bahasa Arab yang berarti “biografi” atau “kisah kehidupan.” Sirah Nabawiyah menggambarkan sejarah hidup, perjuangan, dan ajaran Nabi Muhammad SAW dengan detail yang lengkap. Dalam konteks ini, “Shahih” mengacu pada buku sirah yang didasarkan pada sumber-sumber yang terpercaya dan sahih, yaitu hadis-hadis dan riwayat yang memiliki sanad atau rantai perawi yang kuat.

Sirah Nabawiyah Shahih memiliki posisi istimewa dalam dunia Islam karena mengungkapkan kehidupan Nabi Muhammad SAW yang dianggap sebagai panutan utama oleh umat Islam. Melalui buku ini, para pembaca dapat memahami dan mengikuti teladan yang diwujudkan oleh Nabi dalam berbagai aspek kehidupan, mulai dari ajaran agama hingga etika sosial.

Sumber-sumber Sirah Nabawiyah Shahih

Buku-buku sirah yang dianggap shahih didasarkan pada sumber-sumber utama yang terdiri dari hadis-hadis (riwayat) yang diriwayatkan oleh para sahabat Nabi dan generasi berikutnya. Sumber-sumber utama ini meliputi:

  1. Hadis Sahih: Hadis-hadis yang memiliki sanad yang kuat dan dapat dipercaya. Beberapa kitab hadis yang sangat dihormati dalam Islam, seperti Sahih al-Bukhari dan Sahih Muslim, berisi hadis-hadis yang disusun berdasarkan kriteria ketat keabsahan.
  2. Riwayat Para Sahabat: Para sahabat Nabi Muhammad SAW adalah sumber utama sirah. Mereka adalah orang-orang yang hidup bersama Nabi dan menjadi saksi langsung terhadap peristiwa-peristiwa penting dalam kehidupannya.
  3. Kitab-kitab Sirah Klasik: Selain kitab hadis, ada juga kitab-kitab sirah yang dikarang oleh sejarawan dan ulama Islam terkemuka. Contoh terkenalnya adalah “As-Seerah an-Nabawiyyah” karya Ibnu Hisham dan “Ar-Raheeq al-Makhtum” karya Safi-ur-Rahman al-Mubarakpuri.

Struktur Buku Sirah Nabawiyah Shahih

Buku Sirah Nabawiyah Shahih biasanya memiliki struktur yang terorganisir dengan baik untuk memudahkan pemahaman pembaca. Struktur umumnya mencakup:

  1. Kehidupan Pra-Nabuwwah: Bagian awal buku ini biasanya menjelaskan latar belakang dan kehidupan Nabi Muhammad SAW sebelum menerima wahyu pertama dari Allah. Ini termasuk kelahirannya di Mekkah, masa kanak-kanak, dan masa-masa awal kehidupannya.
  2. Kenabian: Bagian ini menjelaskan peristiwa wahyu pertama yang diterima oleh Nabi Muhammad SAW dari Allah. Ini merupakan titik awal misi kenabian beliau dan pengenalan ajaran Islam.
  3. Perjuangan Awal: Buku ini kemudian merinci perjuangan Nabi Muhammad SAW dalam menyebarkan ajaran Islam di Mekkah, termasuk tantangan dan penindasan yang dihadapinya dari penguasa Quraisy.
  4. Hijrah ke Madinah: Bagian ini menjelaskan hijrahnya Nabi Muhammad SAW dan para pengikutnya ke Madinah. Ini adalah titik balik penting dalam sejarah Islam dan menjadi awal dari negara Islam pertama.
  5. Pembentukan Negara Islam: Buku ini merinci bagaimana Nabi Muhammad SAW membangun negara Islam di Madinah, mengatur hubungan antara umat Muslim dan non-Muslim, serta mengembangkan sistem hukum Islam.
  6. Perang dan Penaklukan: Buku ini mencakup perang-perang yang terjadi selama masa kenabian, termasuk Pertempuran Badar, Uhud, dan Khandaq. Ini juga mencakup penaklukan Mekkah dan peristiwa-peristiwa terakhir dalam kehidupan Nabi Muhammad SAW.
  7. Kematian Nabi Muhammad SAW: Buku ini mengakhiri dengan menjelaskan kematian Nabi Muhammad SAW, pemilihan Abu Bakar sebagai khalifah pertama, dan perkembangan selanjutnya dalam sejarah Islam.

Manfaat Buku Sirah Nabawiyah Shahih

Buku Sirah Nabawiyah Shahih memiliki manfaat yang signifikan bagi umat Islam:

  1. Mengenal Nabi Lebih Dekat: Buku ini memungkinkan umat Islam untuk mengenal Nabi Muhammad SAW secara lebih dekat dan memahami tindakan dan keputusan-keputusannya dalam berbagai konteks.
  2. Pedoman Hidup: Sirah Nabi menjadi pedoman hidup bagi umat Islam. Mereka dapat mengambil inspirasi dari kehidupan Nabi untuk menerapkan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari.
  3. Pemahaman Sejarah Islam: Buku ini membantu umat Islam memahami sejarah awal Islam, bagaimana agama ini berkembang, dan tantangan yang dihadapi oleh Nabi dan para sahabatnya.
  4. Kedalaman Keimanan: Pembaca dapat mengembangkan keimanan yang lebih dalam dengan memahami perjalanan Nabi Muhammad SAW sebagai utusan Allah dan mengaplikasikan ajaran-ajaran yang terkandung dalam sirah ini.

Dalam penutup, Buku Sirah Nabawiyah Shahih adalah sumber penting untuk memahami kehidupan Nabi Muhammad SAW dengan baik. Buku-buku sirah yang shahih membantu umat Islam untuk mengikuti teladan Nabi dalam menjalani kehidupan sehari-hari dan menjalankan ajaran Islam secara lebih efektif.

The post Sirah Nabawiyah Shahih: Mengungkap Kehidupan Rasulullah SAW secara Akurat appeared first on PustakaHanif.com.

]]>
https://pustakahanif.com/sirah-nabawiyah-shahih/feed 0
Kondisi Sosial Masyarakat Arab Masa Jahiliyah https://pustakahanif.com/kondisi-sosial-arab-jahiliyah https://pustakahanif.com/kondisi-sosial-arab-jahiliyah#respond Tue, 12 Sep 2023 14:32:18 +0000 https://www.pustakahanif.com/?p=4016 Membaca Sirah Nabawiyah tak lengkap rasanya sebelum kita mengenal kondisi bangsa arab sebelum diutusnya Nabi Muhammad untuk mendakwahkan Islam. Kondisi

The post Kondisi Sosial Masyarakat Arab Masa Jahiliyah appeared first on PustakaHanif.com.

]]>
Membaca Sirah Nabawiyah tak lengkap rasanya sebelum kita mengenal kondisi bangsa arab sebelum diutusnya Nabi Muhammad untuk mendakwahkan Islam. Kondisi bangsa arab di masa jahiliyah sungguh memprihatinkan, terutama terkait kondisi sosial kemasyarakatannya.

Di kalangan bangsa Arab terdapat lapisan masyarakat yang beragam dengan kondisi berbeda-beda. Hubungan seorang laki-laki dengan istrinya di lapisan kaum bangsawan demikian mengalami kemajuan, seorang istri mempunyai porsi yang sangat besar dalam kebebasan berkehendak dan mengambil kebijakan.

Wanita selalu dihormati dan dijaga, tidak jarang pedang harus terhunus dan darah tertumpah karenanya. Seorang laki-laki yang ingin dipuji di mata orang Arab karena dia memiliki kedudukan tinggi berupa kemurahan hati dan keberanian, maka kebanyakan waktunya hanya dipergunakan untuk berbicara dengan wanita. Seorang wanita dapat mengumpulkan suku-suku untuk kepentingan perdamaian, jika dia suka, namun juga dapat menyulut api peperangan di antara mereka.

Meskipun demikian, tanpa dapat disangkal lagi bahwa seorang laki-laki adalah kepala keluarga dan pengambil keputusan. Hubungan antara laki-laki dan wanita melalui proses akad nikah adalah di bawah pengawasan para wali wanita. Seorang wanita tidak memiliki hak untuk melakukan sesuatu tanpa seizin mereka.

Demikianlah kondisi kaum bangsawan, sementara pada lapisan masyarakat lainnya terdapat jenis lain dari percampur-bauran antara lelaki dan wanita. Tidak kami dapatkan ungkapan yang lebih tepat untuk hal itu daripada pelacuran, pergaulan bebas, pertumpahan darah dan perbuatan keji.

Imam al-Bukhari dan periwayat hadits lainnya meriwayatkan dari Aisyah bahwa pernikahan pada masa jahiliyah terdiri dari empat macam:

Pertama, Pernikahan ala sekarang. Caranya, seorang laki-laki datang kepada laki-laki lain untuk melamar wanita yang di bawah perwaliannya atau anak perempuannya, lalu dia menentukan maharnya, kemudian menikahkannya.

Kedua, seorang laki-laki berkata kepada istrinya manakala ia sudah suci dari haidnya, “Pergilah kepada si fulan dan bersenggamalah dengannya,” kemudian setelah itu, istrinya ini diasingkan oleh suaminya dan tidak disentuh selamanya hingga kelihatan tanda kehamilannya dari laki-laki tersebut. Dan bila telah kelihatan tanda kehamilannya, maka terserah suaminya, jika masih berselera kepadanya maka dia menggaulinya. Hal tersebut dilakukan hanyalah lantaran ingin mendapatkan anak yang pintar. Pernikahan semacam ini dinamakan dengan nikah al-Istibdha’.

Ketiga, sekelompok laki-laki yang jumlahnya kurang dari sepuluh orang berkumpul, kemudian mendatangi seorang wanita dan masing-masing menggaulinya. Jika wanita ini hamil dan melahirkan serta telah berlalu beberapa malam dari kelahiran, dia mengutus seseorang kepada mereka, maka ketika itu tak seorang pun dari mereka yang dapat mengelak hingga semuanya berkumpul di sisinya, lalu si wanita ini berkata kepada mereka, “Kalian telah mengetahui apa yang telah kalian lakukan dan aku sekarang telah melahirkan. Dia ini adalah anakmu wahai fulan! ” Dia menyebutkan nama laki-laki yang dia senangi dari mereka, maka anak tersebut mengambil nasabnya.

Keempat, laki-laki dalam jumlah banyak mendatangi seorang wanita sementara dia tidak menolak siapa pun yang mendatanginya tersebut. Mereka ini adalah para pelacur. Yang mereka lakukan adalah, menancapkan bendera-bendera di pintu-pintu rumah mereka yang menjadi simbol. Siapa saja yang menginginkan mereka, maka dia bisa masuk. jika dia hamil dan melahirkan, laki-laki yang pernah mendatanginya tersebut berkumpul kepadanya, lalu mengundang para ahli pelacak jejak (al-Qafah), kemudian mereka menentukan nasab si anak tersebut kepada siapa yang mereka pandang cocok, lantas orang ini mengakuinya dan dipanggillah dia sebagai anak. Dalam hal ini, si laki-laki yang ditunjuk ini tidak boleh menyangkal.

Mereka suka mengadakan pertemuan-pertemuan antara kaum laki-laki dan wanita yang diadakan di bawah kilauan mata pedang dan hulu-hulu tombak. Juga, pemenang dalam perang antar suku dapat menyandera wanita-wanita dari suku yang kalah lalu berbuat sesukanya terhadap mereka. Akan tetapi, anak-anak yang lahir dari ibu seperti ini akan mendapatkan aib sepanjang hidup mereka.

Kaum jahiliyah juga dikenal suka beristri banyak (poligami) tanpa batasan tertentu. Mereka mengawini dua bersaudara sekaligus, mereka juga mengawini istri bapak-bapak mereka bila telah ditalak atau ditinggal. Hak menalak merupakan wewenang kaum laki-laki dan tidak terbatas pada jumlah tertentu. Perbuatan zina sudah marak pada setiap lapisan masyarakat.

Kita tidak dapat mengkhususkannya kepada satu lapisan tanpa melibatkan lapisan yang lainnya atau satu kelompok tanpa melibatkan kelompok yang lain. Hanya saja masih ada sekelompok laki-laki dan wanita yang keagungan jiwanya menolak keterjerumusan dalam perbuatan nista tersebut. Wanita-wanita merdeka kondisinya lebih baik ketimbang kondisi para budak wanita. Mereka (budak wanita) mengalami nasib yang amat buruk. Tampaknya, mayoritas kaum jahiliyah tidak merasakan keterjerumusan dalam perbuatan nista semacam itu sebagai suatu aib bagi mereka.

Imam Abu Dawud meriwayatkan dari Amr bin Syu’aib, dari bapakya, dari kakeknya, dia berkata, “Seorang laki-laki berdiri seraya berkata, ‘Wahai Rasulullah! Sesungguhnya si fulan adalah anakku. Aku telah berzina dengan seorang budak wanita pada masa jahiliyah. Rasulullah kemudian bersabda, ‘Tidak ada klaim (nasab kepada selain bapaknya) dalam Islam. Tradisi jahiliyah telah berlalu. Seorang anak hanya dinasabkan kepada pemilik kasur (yakni suami) jika ia hasil pernikahan yang sah, sedangkan pezina hanya menuai kekecewaan (dan tidak berhak atas anak tersebut)’. (HR Abu Dawud dan Ahmad)

Begitu juga dalam hal ini, terdapat kisah yang amat terkenal mengenai perseteruan antara Sa’ad bin Abi Waqqash dan Abd bin Zam’ah dalam mempersoalkan nasab anak dari budak wanita milik Zam’ah, yang bernama Abdurrahman bin Zam’ah.

Sedangkan hubungan antara seorang bapak dengan anak-anak-nya, amat berbeda-beda; di antara mereka ada yang menguraikan rangkaian bait:

Sungguh kehadiran anak-anak di tengah kami
Bagai buah hati, berjalan melenggang di atas bumi.

Di antara mereka, ada pula yang mengubur hidup-hidup anak-anak wanita mereka karena takut malu dan enggan menafkahinya, demikian juga membunuh anak-anak lantaran takut menjadi fakir dan melarat. Allah berfirman,

Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemis. kinan. Kami akan memberi rizki kepadamu dan kepada mereka.” (Al-An’am: 151).

Dan dalam Firman-Nya yang lain,

Dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, hitamlah (merah padamlah) mukanya, dan dia sangat marah. la menyembunyikan dirinya dari orang banyak, disebabkan buruknya berita yang disampaikan kepadanya. Apakah dia akan memeliharanya dengan menanggung kehinaan ataukah akan menguburkannya ke dalam tanah (hidup-hidup)? Ketahuilah, alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan itu.” (An-Nahl: 58-59).

Akan tetapi kita tidak bisa menganggap bahwa apa yang termaktub dalam avat-ayat di atas merupakan bagian dari moral yang sudah menvebar dan marak terjadi, sebab mereka justru sangat mengharapkan anak laki-laki guna membentengi diri mereka dari serangan musuh.

Sedangkan hubungan seorang laki-laki dengan saudaranya, anak-anak paman dan kerabatnya demikian rapat dan kuat. Hidup dan mati mereka siap dikorbankan demi fanatisme terhadap suku. Semangat bersatu telah terbiasa dijalankan antar sesama suku dan diperkokoh lagi dengan adanya fanatisme tersebut. Bahkan pilar sistem kemasyarakatan adalah fanatisme ras dan rahim (hubungan ikatan kekerabatan).

Mereka hidup di atas pepatah yang berbunyi, “Tolonglah saudaramu, baik dia berbuat zhalim ataupun dizhalimi” dalam maknanya yang hakiki alias bukan makna yang telah direvisi oleh Islam yaitu menolong orang yang berbuat zhalim dengan maksud mencegahnya melakukan perbuatan itu. Meskipun begitu, perseteruan dan persaingan dalam memperebutkan martabat dan kepemimpinan seringkali mengakibatkan terjadinya perang antar suku yang masih memiliki hubungan satu garis bapak teratas sebagaimana yang kita lihat terjadi antara suku Aus dan Khazraj, Abs dan Dzubyan, Bakr dan Taghlib, dan lain-lain.

Adapun hubungan antar suku yang berbeda benar-benar tercerai-berai. Mereka menggunakan kekuatan yang ada untuk berjibaku dalam peperangan. Hanya saja terkadang, rasa sungkan serta takut mereka terhadap sebagian tradisi dan kebiasaan yang berpadu antara ajaran agama dan khurafat sedikit mengurangi tajam dan dahsyatnya perseteruan tersebut. Dan dalam kondisi tertentu, loyalitas, persekutuan dan afiliasi malah menyebabkan bersatunya antar suku yang berbeda. Al-Ashur al-Hurum (bulan-bulan yang diharamkan berperang) menjadi rahmat dan penolong bagi kehidupan mereka dan kebutuhan hidup mereka.

Singkat kata, kondisi sosial mereka berada dalam sangkar kelemahan dan kebutaan. Kebodohan mencapai puncaknya dan khurafat merajalela di mana-mana sementara kehidupan manusia tak ubahnya seperti binatang ternak. Wanita diperjualbelikan bahkan terkadang diperlakukan bak benda mati. Hubungan antar umat sangat lemah, sementara pemerintahan yang ada, perhatian utamanya hanyalah untuk mengisi gudang kekayaan mereka yang diambil dari rakyat atau menggiring mereka untuk berperang melawan musuh-musuh yang mengancam kekuasaan mereka.

Uraian kondisi sosial bangsa arab pada masa jahiliyah merupakan kutipan dari buku sirah nabawiyah ar rahiqul makhtum karya Syaikh al Mubarakfuri yang sudah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dengan judul Sirah Nabawiyah perjalanan hidup Rasul yang Agung dari Kelahiran hingga detik-detik terakhir. Buku yang sangat bagus untuk dibaca setiap muslim yang ingin mengenal nabi Muhammad alaihi shalatu wassalam.

The post Kondisi Sosial Masyarakat Arab Masa Jahiliyah appeared first on PustakaHanif.com.

]]>
https://pustakahanif.com/kondisi-sosial-arab-jahiliyah/feed 0
Kisah Kedermawanan Utsman bin Affan Radhiyallahu Anhu https://pustakahanif.com/kisah-kedermawanan-utsman-bin-affan-radhiyallahu-anhu https://pustakahanif.com/kisah-kedermawanan-utsman-bin-affan-radhiyallahu-anhu#respond Tue, 13 Dec 2022 02:53:53 +0000 https://www.pustakahanif.com/?p=3922 Jika kita ditanya siapakah Sahabat Nabi yang kaya raya dan dermawan, maka umumnya ingatan kita secara spontan mengarah kepada Utsman

The post Kisah Kedermawanan Utsman bin Affan Radhiyallahu Anhu appeared first on PustakaHanif.com.

]]>
Jika kita ditanya siapakah Sahabat Nabi yang kaya raya dan dermawan, maka umumnya ingatan kita secara spontan mengarah kepada Utsman bin Affan. Ya, inilah nama yang paling terkenal/ familiar di kalangan ummat Islam ihwal sosok Sahabat dengan kriteria kekayaan dan kedermawanannya, meski sebenarnya Sahabat yang kaya raya dan dermawan tidak hanya Utsman.

Kekayaan dan kedermawanan Utsman banyak sekali ditulis dalam literatur sejarah Islam. Misalnya, heroisme Utsman pada persiapan menyambut Perang Tabuk. Sang Khalifah ketiga umat ini mendonasikan harta kekayaannya untuk keperluan logistik pasukan perang kaum muslimin. Yaitu dengan menyumbangkan 950 ekor unta dan 50 ekor Kuda, belum lag ditambah dengan uang tunai yang lebih kurang berjumlah 1.000 dinar.

Jika dengan kurs saat ini, harga unta itu sekitar 20,5 juta rupiah per ekor dikali 950 ekor. Sedangkan harga kuda perang sekitar 1,4 miliar rupiah, atau bisa lebih tinggi lagi, dikali 50 ekor. Sedangkan 1.000 dinar setara dengan 47 juta 750 ribu rupiah. Maka, jika diakumulasikan total donasi Utsman untuk keperluan logistik Perang Tabuk ini senilai hampir 89,5 miliar rupiah!

Diukur dengan situasi saat ini, angka tersebut sangat besar. Apalagi jika diukur dengan situasi pada zaman Nabi. Namun, berapa pun angka dan hitung-hitungan duniawi, tidak pernah bernilai besar kalau diukur dengan takaran iman dan tujuan hidup sejati: akhirat yang abadi. Maka, bagi seorang Utsman, mengeluarkan harta dengan angka demikian bukanlah perkara berat.

Tidak hanya kala menghadapi Perang Tabuk, Utsman tak segan berjihad dengan harta kekayaannya setiap saat. Pernah suatu ketika, yakni di era kekhalifahan Abu Bakar ash-Shiddiq, wilayah Hijaz dilanda kelaparan yang dipicu oleh gagal panennya ladang gandum masyarakatnya.

Guna mengatasi musibah krisis pangan ini, Utsman pun segera mengirim sumbangan 500 ton gandum, yang ia diangkut dengan 1.000 ekor unta, yang diperuntukkan untuk warga Hijaz yang membutuhkan bantuan.

Kekayaan Sahabat Nabi yang dikenal pemalu ini, yang bahkan malaikat pun malu terhadap dirinya, sangat besar karena memang dia berasal dari keluarga saudagar kaya. Kaya lagi terpandang, yaitu Bani Umayyah, yang dikenal sangat mapan secara ekonomi. Mewarisi darah saudagar tersebut, Utsman bisa menjadi seorang pengusaha besar dengan aset properti berupa tanah yang membentang dari wilayah Arish di Mesir hingga Khaibar di Jazirah Arab.

Dalam kitab al-Bidayah wan Nihayah disebut bahwa total kekayaan Utsman sebesar 2.532.942.750.000. Atau 2 triliun 532 miliar 942 juta 750 ribu rupiah.

Hebatnya, angka tersebut bukanlah angka statis, uang fisik yang tidak berkembang. Angka tersebut ternyata nilai aset ketika dia meninggal dunia.

Utsman juga mewariskan uang sebesar 151 ribu dinar dan 1.000 dirham. Adapun 1 dinar setara 4,25 gram emas dan 1 dirham setara 3,11 gram perak. Dia meninggalkan pula kuda-kuda terbaik sejumlah lebih dari 1.000 ekor.

Salah satu pelajaran yang dapat dipetik dari pribai Utsman adalah semangatnya dalam mewakafkan harta untuk kepentingan orang banyak. Sahabat Nabi pemilik gelar Dzun Nurain—pemilik dua cahaya—sebab menikahi dua putri Rasulullah secara berturut-turut, yaitu Ruqayyah dan Ummu Kaltsum, merupakan satu-satunya orang yang memiliki rekening dan aset tanah yang masih tercatat di departemen tata kota Madinah saat ini.

Bahkan, rekeningnya atas nama Utsman bin Affan itu, saldonya terus melejit hingga sekarang. Harta Sahabat yang mulia ini berada di bawah pengelolaan Kementerian Wakaf Pemerintah Arab Saudi.

Dari mana asal-muasal rekening itu? Kita tentu ingat kisah Utsman yang membeli sebuah sumur atau mata air dari seorang Yahudi tatkala wilayah Jazirah Arab dilanda masa paceklik. Kekeringan panjang.

Kala itu, masyarakat kesulitan air. Dan, satu-satunya sumber air adalah sumur yang dikuasai seorang Yahudi dan airnya diperjualbelikan secara monopoli. Tidak ada yang boleh menguasainya selain dia. Masyarakat pun yang telah merasa kehidupannya berat karena kekeringan semakin sulit lagi karena harus pula membeli air.

Oleh karena itu, Utsman berinisiatif membeli sumur tersebut. Awalnya ditolak oleh si Yahudi sebab dia berpikir akan kehilangan sumber pencarian uang kalau sumur itu dijual kepada Utsman.

Tetapi, Utsman tak hilang akal. Utsman bernegosiasi dengan orang Yahudi itu dengan menawarkan pembelian separuh sumur. Maksudnya, membeli setengah dari hak pengelolaan sumur, dengan teknis hak pengelolaan satu hari-satu hari. Artinya, Utsman dan Yahudi itu memiliki hak secara bergantian, selang sehari saja.

Yahudi itu pun berpikir bahwa dia akan memperoleh keuntungan ganda: uang hasil penjualan separuh sumur yang dipatok dengan harga mahal dari Utsman, lalu dia masih memiliki hak pengelolaan sumur tersebut.

Cerdasnya Utsman, tatkala hari hak pengelolaannya tiba, dia segera mempersilakan semua orang, terutama fakir miskin, dari kalangan mana saja, tidak memandang dia muslim atau non-muslim, guna mengambil air sesuai kebutuhannya. Tidak dipungut biaya sepeserpun, gratis.

Cerdiknya lagi, Utsman menghimbau mereka untuk mengambil air untuk keperluan selama dua hari. Dengan begitu, keesokan harinya mereka tidak perlu membeli air kepada Yahudi itu.

Walhasil si Yahudi baru menyadari keadaan dirinya. Dia memiliki hak separuh sumur namun tak ada seorangpun yang datang lagi untuk membeli air kepadanya. Tak ada pilihan lain, seiring berjalannya waktu, dia terpaksa menawarkan kepemilikan separuh sumurnya itu kepada Utsman, agar dibeli secara penuh. Tanpa berpikir panjang Utsman segera melunasinya. Total, sumur tersebut dibeli Utsman senilai 38.000 dirham. Kemudian diwakafkannya sumur itu demi kepentingan orang banyak.

Sumur tersebut terus dirawat, sampai-sampai lahan di sekitarnya menjadi subur dengan pepohonan kurma yang ditanam. Pengelolaan berlangsung secara turun-temurun dari generasi ke generasi, dari suatu kepemimpinan ke kepemimpinan berikutnya. Terus saja demikian hingga era pemerintahan Daulah Utsmaniyah (Turki Utsmani), dan hingga pemerintahan Kerajaan Arab Saudi sekarang.

Hasil sumur dan perkebunan kurma di atas disimpan ke dalam rekening di salah satu bank di Arab Saudi. Lalu dengan dana rekening itu, berdirilah hotel bintang lima di dekat Masjid Nabawi, yang diberi nama Hotel Utsman bin Affan.

Hotel ini menghasilkan pendapatan 150 miliar rupiah tiap tahun. Pendapatan sebesar itu dikembalikin ke rekening Utsman dan diperuntukkan untuk mendanai
amal sosial ataupun misi kemanusiaan.

Perkebunan kurma yang berada di atas lahan milik Utsman dikelola oleh Kementerian Pertanian Arab Saudi.

Separuh dari hasil perkebunan ini diserahkan kepada anak yatim dan fakir miskin, sedang separuh lagi dimasukkan ke rekening Utsman sebagai dana abadi umat.

Demikian sedikit kisah kedermawanan Sahabat yang agung ini. Apa yang seharusnya menjadi perhatian utama dari kiprah Utsman bin Affan bukanlah pada angka kekayaannya yang fantastis, melainkan pada kedahsyatan spirit berwakaf Utsman bin Affan.

Besar kemungkinan pada masa lalu Utsman tak pernah berpikir bahwa sumur yang dia wakafkan akan berdampak sosial sebesar saat ini. Betapa banyak orang, dari generasi ke generasi, yang merasakan manfaatnya.

Pasalnya, bagi Utsman, keuntungan terbesar adalah manakala seluruh kebermanfaatan itu membuahkan kebaikan yang banyak, yang tetap mengalir kembali kepadanya meski telah tiada. Yakni memenuhi pundi-pundi pahala baginya di akhirat. Masya Allah!

Cerita kedermawanan sahabat Nabi Utsman bin Affan diatas dikutip dari buku Muslim Preneur yang ditulis oleh ustadz Nurdin Apud Sarbini dan diterbitkan oleh penerbit Pustaka Imam Syafii.

The post Kisah Kedermawanan Utsman bin Affan Radhiyallahu Anhu appeared first on PustakaHanif.com.

]]>
https://pustakahanif.com/kisah-kedermawanan-utsman-bin-affan-radhiyallahu-anhu/feed 0